Ruqyah Syar'iyyah Sawangan Depok - Kang Ian Al Hajjam Hp. 0812 8693 1218 - 0859 4530 6500
Kami adalah penyedia layanan Terapi Gurah, Bekam, Pijat Tradisional, dll.
Panggilan 24 Jam. Untuk seluruh wilayah Bandung, Cimahi, Depok, Tangerang Selatan, Jakarta, Bogor dan sekitarnya. Hotel, villa, apartemen, kosan, rumah, dll.
UNTUK ORDER LAYANAN KAMI SILAHKAN HUB :
Hp.Wa.081286931218 - 085945306500
JIKA ANDA BUTUH PENJELASAN SILAHKAN HUBUNGI KAMI
Klik Tombol di bawah untuk menelpon Saya ke No. 081286931218
Klik Tombol di bawah untuk menelpon Saya ke No. 081286931218
Chat via WhatsApp
Simpati : 081286931218 Klik logo WA di Bawah ini :

Phone : (022) 20667324
Tentunya bacaan dan wirid terbaik untuk meruqyah adalah kalam Pencipta, Pemilik dan Pengatur alam semesta ini. Menggunakan kalam-Nya dalam meruqyah mengandung keberkahan Ilahi yang tak terkira. Ketika seorang peruqyah mengharapkan kesembuhan hanya dari Allah Subhanahu wa Ta’ala, maka sangat tepat dan utama bila dia menggunakan Kalamullah.
Ucapan
Allah Subhanahu wa Ta’ala yang berupa Al-Qur`an sendiri memang
diturunkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala sebagai penyembuh dari segala
jenis penyakit. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
يَا
أَيُّهَا النَّاسُ قَدْ جَاءَتْكُمْ مَوْعِظَةٌ مِنْ رَبِّكُمْ وَشِفَاءٌ
لِمَا فِي الصُّدُوْرِ وَهُدًى وَرَحْمَةٌ لِلْمُؤْمِنِيْنَ
“Hai
manusia, sesungguhnya telah datang kepada kalian pelajaran dari Rabb
kalian dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan
petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman.” (Yunus: 57).
وَنُنَزِّلُ مِنَ الْقُرْآنِ مَا هُوَ شِفَاءٌ وَرَحْمَةٌ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَلاَ يَزِيْدُ الظَّالِمِيْنَ إِلاَّ خَسَارًا
“Dan Kami turunkan dari Al-Qur`an sesuatu yang menjadi penyembuh dan rahmat bagi orang-orang yang beriman.” (Al-Isra`: 82).
قُلْ هُوَ لِلَّذِيْنَ آمَنُوا هُدًى وَشِفَاءٌ
“Katakanlah: ‘(Al-Qur`an) itu adalah petunjuk dan penyembuh bagi orang-orang yang beriman’.” (Fushshilat: 44).
Alam semesta ini adalah ciptaan,
milik, dan aturan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Tidak ada satu kekuatan
pun yang mampu berhadapan dengan kemahakuasaan Allah Subhanahu wa
Ta’ala. Para malaikat pingsan dan tersungkur sujud tatkala mendengar
firman-firman Allah Subhanahu wa Ta’ala di atas langit sana. Sedangkan
langit-langit bergemuruh dengan dahsyat karena takut kepada Allah
Subhanahu wa Ta’ala. Sebagaimana hal ini telah dikabarkan oleh Rasul
yang jujur lagi dibenarkan ucapannya, yaitu Nabi kita Muhammad
Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
لَوْ
أَنْزَلْنَا هَذَا الْقُرْآنَ عَلَى جَبَلٍ لَرَأَيْتَهُ خَاشِعًا
مُتَصَدِّعًا مِنْ خَشْيَةِ اللهِ وَتِلْكَ اْلأَمْثَالُ نَضْرِبُهَا
لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُوْنَ
“Kalau
sekiranya Kami menurunkan Al-Qur`an ini kepada sebuah gunung, pasti kamu
akan melihatnya tunduk terpecah belah disebabkan takut kepada Allah.
Dan perumpamaan-perumpamaan itu Kami buat untuk manusia supaya mereka
berfikir.” (Al-Hasyr: 21).
Ibnul Qayyim rahimahullahu
berkata: “Termasuk perkara yang dimaklumi bahwa sebagian ucapan memiliki
keistimewaan dan kemanfaatan yang telah teruji. Maka bagaimana kita
menganggap ucapan Rabb semesta alam ini? Tentunya keutamaan ucapan-Nya
atas segala ucapan yang lain seperti keutamaan Allah Subhanahu wa Ta’ala
atas seluruh makhluk-Nya. Ucapan-Nya merupakan penyembuh yang sempurna,
pelindung yang bermanfaat, cahaya yang memberi petunjuk, dan rahmat
yang menyeluruh. Ucapan-Nya yang sekiranya diturunkan kepada sebuah
gunung niscaya akan pecah karena keagungan dan kemuliaan-Nya.” (Lihat
Zadul Ma’ad cet. Muassasah Ar-Risalah hal. 162-163).
Berobat dengan Al-Qur`an adalah
penyembuhan yang mujarab. Terlebih lagi jika dibacakan oleh seorang yang
memiliki kekuatan iman. Dengan demikian, pengaruh bacaan itu akan
bertambah ampuh untuk pengobatan segala penyakit dengan seizin Allah
Subhanahu wa Ta’ala. Penyembuhan dengan Al-Qur`an tak hanya bagi
penyakit jiwa, bahkan juga sangat mumpuni bagi penyakit jasmani.
Cukuplah sebagai bukti konkretnya peristiwa yang diriwayatkan oleh Abu
Sa’id Al-Khudri radhiallahu ‘anhu (lihat rubrik Hadits). Hadits tersebut
menunjukkan betapa besar pengaruh Al-Qur`an bagi penyembuhan penyakit
jasmani. Bila seorang muslim melakukannya dengan keyakinan penuh kepada
Allah Subhanahu wa Ta’ala, niscaya akan terealisasi dengan seizin Allah
Subhanahu wa Ta’ala. Ibnul Qayyim rahimahullahu berkata: “Menurut
sebagian kalangan, letak ruqyah dalam surat Al-Fatihah adalah pada
firman-Nya:
إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِيْنُ
“Hanya kepada-Mu kami menyembah dan memohon pertolongan.”
Dan tidak diragukan lagi bahwa
dua kalimat ini termasuk bagian yang terkuat dari obat ini. Karena
keduanya mengandung penyerahan, penyandaran, pemasrahan, permohonan
tolong, permintaan, dan kebutuhan yang total kepada Allah Subhanahu wa
Ta’ala. Demikian pula, keduanya menggabungkan puncak segala tujuan,
yaitu peribadahan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan sarana yang
paling utama yaitu permintaan tolong untuk beribadah kepada Allah
Subhanahu wa Ta’ala yang tidak terdapat pada selainnya.
Suatu ketika, aku pernah jatuh sakit di kota Makkah. Aku sama sekali tidak mendapatkan seorang dokter dan obat. Maka aku pun berobat dengan surat Al-Fatihah. Aku ambil minum dari air Zamzam dan kubacakan atasnya surat Al-Fatihah, lalu aku meminumnya. Aku pun sembuh secara total. Semenjak itu, aku selalu berpegang dengan cara pengobatan ini pada kebanyakan penyakit yang aku derita. Akhirnya aku benar-benar meraih manfaat dengan surat Al-Fatihah.” (Zadul Ma’ad, 4/164, cet. Muassasah Ar-Risalah).
Penyembuhan Al-Qur`an terhadap
penyakit jiwa sangat manjur pula. Seperti untuk penyembuhan sempit dada,
pengaruh sorotan mata yang jahat dan mampu merusak akal dan jiwa,
kemasukan jin, kena sihir, dan lain-lain. Kesimpulannya, Al-Qur`an
adalah obat bagi segala penyakit. Selain Al-Fatihah, Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga meruqyah dengan Al-Mu’awwidzat
sebagaimana yang diriwayatkan oleh ‘Aisyah radhiallahu ‘anha. Beliau
berkata:
أَنَّ
النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَنْفِثُ عَلَى
نَفْسِهِ – فِي الْمَرَضِ الَّذِي مَاتَ فِيْهِ – بِالْمُعَاوِذَاتِ.
فَلَمَّا ثَفُلَ، كُنْتُ أَنْفِثُ عَلَيْهِ بِهِنَّ وَأَمْسَحُ بِيَدِ
نَفْسِهِ لِبَرَكَتِهَا
“Dahulu Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca Al-Mu’awwidzaat dan meniupkannya
dengan sedikit meludah atas diri beliau di masa sakit beliau yang
membawa kepada kematiannya. Tatkala beliau merasa semakin parah, aku
yang membacakan Al-Mu’awwidzaat dan meniupkannya atas beliau. Aku
usapkan bacaan itu dan tiupan (ludah)nya dengan tangan beliau sendiri.
Hal ini karena keberkahan tangan beliau.” (HR. Al-Bukhari).
Al-Imam Al-Bukhari rahimahullahu
menyebutkan hadits ini dalam kitab Shahih-nya dengan judul Bab Meruqyah
dengan Al-Qur`an dan Al-Mu’awwidzat. Sedangkan Al-Hafizh Ibnu Hajar
rahimahullahu menjelaskan hal ini sebagai berikut: “Judul bab ini
merupakan metode untuk mengikutkan hukum sesuatu yang khusus
(Al-Mu’awwidzat) dengan sesuatu yang umum (Al-Qur`an). Karena yang
dimaksud dengan Al-Mu’awwidzat adalah surat Al-Falaq, An-Naas, dan
Al-Ikhlash sebagaimana telah lewat penjelasannya di bagian akhir Kitab
At-Tafsir (dalam Shahih Al-Bukhari). Bisa jadi istilah Al-Mu’awwidzat di
sini termasuk Bab At-Taghlib (penggunaan istilah untuk sesuatu yang
biasa dipakai). Atau yang dimaksud (dengan Al-Mu’awwidzat) adalah surat
Al-Falaq, An-Naas, dan seluruh ayat-ayat Al-Qur`an yang mengandung
ta’awwudz (permintaan perlindungan) kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.”
Kemudian Ibnu Hajar
rahimahullahu menyebutkan sebuah ayat sebagai contoh ucapannya. Namun
beliau mengatakan bahwa pendapat yang pertama lebih baik. Beliau
menyebutkan pula sebuah hadits dengan sanadnya yang disebutkan di
dalamnya: “Tak ada ruqyah kecuali dengan Al-Mu’awwidzat.” Lalu beliau
berbicara tentang kelemahan hadits ini dari sisi periwayatannya. Menurut
beliau, jika hadits ini shahih maka hukumnya telah dihapuskan karena
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengizinkan untuk meruqyah dengan
Al-Fatihah.
Setelah beberapa penjelasan,
beliau pun berkata: “…Hal ini tidak menunjukkan larangan ber-ta’awwudz
(berlindung) dengan selain dua surat ini (Al-Falaq dan An-Naas). Hal itu
hanyalah menunjukkan keutamaannya. Terlebih lagi, telah ada dalil yang
membolehkan ber-ta’awwudz dengan selain keduanya. Hanya saja beliau
mencukupkan diri dengan keduanya, karena keduanya mengandung
al-isti’adzah (perlindungan) yang ringkas dan padat dari segala perkara
yang tidak disukai, baik secara global maupun rinci….” (Fathul Bari,
10/236-237 cet. Darul Hadits).
Bolehnya meruqyah dengan
Al-Qur`an tak terbatas pada surat Al-Fatihah, Al-Falaq, An-Naas, dan
Al-Ikhlas. Karena Al-Qur`an secara keseluruhan merupakan obat bagi
segala penyakit. Oleh karena itu, boleh meruqyah dengan ayat atau surat
mana saja dari Al-Qur`an. Ibnu Baththal rahimahullahu berkata: “Bila
diperbolehkan meruqyah dengan Al-Mu’awwidzatain (Al-Falaq dan An-Naas)
yang keduanya merupakan dua surat dari Al-Qur`an, berarti meruqyah
dengan yang selebihnya dari Al-Qur`an juga diperbolehkan. Karena
seluruhnya adalah Al-Qur`an.” (Dinukil dari kitab Ahkam Ar-Ruqa wa
At-Tama`im hal. 38)
Demikian pula boleh meruqyah dengan nama dan sifat Allah Subhanahu wa Ta’ala, karena Al-Qur`an juga mengandung keduanya. Abu Sa’id Al-Khudri radhiallahu ‘anhu meriwayatkan bahwa Jibril ‘alaihissalam pernah mendatangi Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Jibril bertanya: “Wahai Muhammad, apakah engkau mengeluhkan rasa sakit?” Nabi menjawab: “Iya.” Maka Jibril membacakan:
بِسْمِ
اللهِ أَرْقِيْكَ مِنْ كُلِّ شَيْءٍ يُؤْذِيْكَ، مِنْ شَرٍّ كُلِّ نَفْسٍ
أَوْ عَيْنٍ حَاسِدٍ، اللهُ يَشْفِيْكَ، بِسْمِ اللهِ أَرْقِيْكَ
“Dengan nama
Allah, aku meruqyahmu dari segala sesuatu yang mengganggumu dan
keburukan setiap jiwa atau sorotan mata yang dengki. Semoga Allah
menyembuhkanmu, dengan nama Allah aku meruqyahmu.” (HR. Muslim).
Adapun doa-doa yang dibaca oleh
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk meruqyah juga merupakan
pengobatan yang mujarab. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
memiliki kata-kata yang ringkas dan padat (jawami’ul kalim) sehingga
doa-doa yang beliau baca benar-benar barakah. Inilah keistimewaan yang
telah diberikan Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada beliau Shallallahu
‘alaihi wa sallam. Bila kita memakai doa-doa beliau Shallallahu ‘alaihi
wa sallam untuk meruqyah dengan keyakinan yang mantap, niscaya
manfaatnya akan tampak nyata dengan seizin Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Dalam tulisan ini kami akan menyebutkan sebagian doa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam itu. Namun bukan berarti tidak ada yang lain lagi. Selama suatu doa dicontohkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits yang shahih untuk meruqyah dirinya atau orang lain maka kita diperbolehkan bahkan dianjurkan untuk menggunakannya. Sebaik-baik teladan adalah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Wallahu a’lam.
Mengenai doa-doa yang kami maksud adalah sebagai berikut:
1. Dari Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu bahwa beliau berkata kepada Tsabit Al-Bunani: “Maukah engkau aku ruqyah dengan ruqyah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam?” Tsabit menjawab: “Ya”. Maka Anas membaca:
اللَّهُمَّ رَبَّ النَّاسِ أَذْهِبِ الْبِأْسَ، اشْفِ أَنْتَ الشَافِي لاَ شَافِيَ إِلاَّ أَنْتَ شِفَاءً لاَ يُغَادِرُ سَفَمًا
“Ya
Allah, Rabb sekalian manusia, yang menghilangkan segala petaka,
sembuhkanlah, Engkaulah Yang Maha Penyembuh, tak ada yang bisa
menyembuhkan kecuali Engkau, sebuah kesembuhan yang tidak meninggalkan
penyakit.” (HR. Al-Bukhari).
Dalam riwayat lain dari ‘Aisyah
radhiallahu ‘anha, beliau berkata: “Dahulu bila salah seorang dari kami
mengeluhkan rasa sakit maka beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam
mengusapnya dengan tangan kanan beliau dan membaca:
اللَّهُمَّ رَبَّ النَّاسِ أَذْهِبِ الْبِأْسَ، اشْفِ أَنْتَ الشَّافِي لاَ شِفَاءَ إِلاَّ شِفَاؤُكَ شِفَاءً لاَ يُغَادِرُ سَفَمًا
“Ya Allah,
Rabb sekalian manusia, hilangkanlah petakanya dan sembuhkanlah dia,
Engkaulah Yang Maha Penyembuh, tak ada penyembuh kecuali penyembuhan-Mu,
sebuah penyembuhan yang tidak meninggalkan penyakit.” (HR. Al-Bukhari
dan Muslim).
2. Dari ‘Aisyah radhiallahu
‘anha, bahwa beliau berkata: “Dahulu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam meruqyah dengan membaca:
امْسِحِ الْبَأْسَ رَبَّ النَّاسِ بِيَدِكَ الشِّفَاءِ لاَ كَاشِفَ لَهُ إِلاَّ أَنْتَ
“Hapuslah
petakanya, wahai Rabb sekalian manusia. Di tangan-Mu seluruh
penyembuhan, tak ada yang menyingkap untuknya kecuali Engkau.” (HR.
Al-Bukhari dan Muslim).
3. Dari ‘Aisyah radhiallahu
‘anha, bahwa beliau berkata: “Dahulu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam bila meruqyah beliau membaca:
بِسْمِ اللهِ تُرْبَةُ أَرْضِنَا بِرِيْقَةِ بَعْضِنَا لِيُشْفَى
بِهِ سَقِيْمُنَا، بِإِذْنِ رَبِّنَا
“Dengan nama
Allah. Tanah bumi kami dan air ludah sebagian kami, semoga disembuhkan
dengannya orang yang sakit di antara kami, dengan seizin Rabb kami.”
(HR. Al-Bukhari dan Muslim).
(HR. Al-Bukhari dan Muslim).
4. Dari Abu Al-‘Ash Ats-Tsaqafi
radhiallahu ‘anhu, bahwa beliau mengeluhkan sakit yang dirasakannya di
tubuhnya semenjak masuk Islam kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepadanya:
ضَعْ
يَدَكَ عَلَى الَّذِي تَأَلَّمَ فِيْ جَسَدِكَ وَقُلْ: بِسْمِ اللهِ
ثَلاَثًا، وَقُلْ سَبْعَ مَرَّاتٍ: أَعُوْذُ بِاللهِ وَقُدْرَتِهِ مِنْ
شَرِّ مَا أَجِدُ وَأُحَاذِرُ
“Letakkanlah
tanganmu pada tempat yang sakit dari tubuhmu dan ucapkanlah, ‘Bismillah
(Dengan nama Allah)’ sebanyak tiga kali. Lalu ucapkanlah:
أَعُوْذُ بِاللهِ وَقُدْرَتِهِ مِنْ شَرِّ مَا أَجِدُ وَأُحَاذِرُ
‘Aku
berlindung kepada Allah dan kekuasaan-Nya dari keburukan sesuatu yang
kurasakan dan kuhindarkan,’ sebanyak tujuh kali.” (HR. Muslim).
5. Dari ‘Abdullah bin ‘Abbas radhiallahu ‘anhuma, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwa beliau bersabda:
مَنْ
عَادَ مَرِيْضًا لَمْ يَحْضُرْ أَجَلُهُ فَقَالَ عِنْدَهُ سَبْعَ
مَرَّاتٍ: أَسْأَلُكَ اللهَ الْعَظِيْمَ رَبَّ الْعَرْشِ الْعَظِيْمِ أَنْ
يَشْفِيْكَ، إِلاَّ عَافَاهُ اللهُ فِيْ ذَلِكَ
“Barangsiapa mengunjungi orang sakit selama belum datang ajalnya, lalu dia bacakan di sisinya sebanyak tujuh kali:
أَسْأَلُكَ اللهَ الْعَظِيْمَ رَبَّ الْعَرْشِ الْعَظِيْمِ أَنْ يَشْفِيْكَ
‘Aku
memohon kepada Allah Yang Maha Agung, Pemilik ‘Arsy yang besar, semoga
menyembuhkanmu,’ niscaya Allah akan menyembuhkannya dari penyakit itu.”
(HR. Abu Dawud, At-Turmudzi, dan dihasankan oleh Al-Hafizh dalam Takhrij
Al-Adzkar).
6. Dari Sa’d bin Abi Waqqash
radhiallahu ‘anhu, beliau berkata: “Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
mengunjungiku (ketika aku sakit) dan beliau membaca:
اللَّهُمَّ اشْفِ سَعْدًا، اللَّهُمَّ اشْفِ سَعْدًا، اللَّهُمَّ اشْفِ سَعْدًا
“Ya Allah, sembuhkanlah Sa’d Ya Allah, sembuhkanlah Sa’d. Ya Allah, sembuhkanlah Sa’d.” (HR. Muslim).
CARA-CARA MERUQYAH :
Perkara lain yang demikian
serius untuk diperhatikan oleh seorang peruqyah adalah tidak melakukan
tatacara ruqyah yang tidak diajarkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wa sallam. Karena ruqyah adalah amal yang disyariatkan, maka hendaknya
sesuai dengan ajaran yang mengemban syariat. Berikut ini beberapa
tatacara ruqyah yang dicontohkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam:
1. Meniup dengan air ludah yang
sangat sedikit, bukan meludah. Inilah yang disebut dengan an-nafats.
Sedangkan di atasnya adalah at-tafal, dan di atasnya adalah al-buzaq,
yang disebut dalam bahasa kita dengan meludah. Yang disyariatkan ketika
meruqyah adalah melakukan an-nafats dan at-tafal. Tatacara ini telah
dijelaskan dalam hadits ‘Aisyah radhiallahu ‘anha yang diriwayatkan oleh
Al-Bukhari dan Muslim. Hadits ini menunjukkan bolehnya melakukan
an-nafats dan at-tafal dalam meruqyah. Ini adalah pendapat sekumpulan
shahabat dan jumhur para ulama.
Adapun waktu pelaksanaannya,
boleh dilakukan sebelum membaca ruqyah, sesudahnya, atau bersamaan. Hal
ini ditunjukkan oleh hadits ‘Aisyah radhiallahu ‘anha yang sebagiannya
diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim, sedangkan yang lain hanya
diriwayatkan oleh Al-Bukhari saja dan hadits Abu Sa’id radhiallahu ‘anhu
yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim.
2. Meruqyah tanpa an-nafats dan at-tafal.
Hal ini ditunjukkan oleh hadits Anas bin Malik yang dikeluarkan oleh Al-Bukhari sebagaimana telah disebutkan di atas. Demikian pula ruqyah yang dilakukan oleh malaikat Jibril kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang diriwayatkan oleh Abu Sa’id Al-Khudri radhiallahu ‘anhu dan diriwayatkan oleh Al-Imam Muslim.
3. Meniup dengan air ludah yang
sangat sedikit (an-nafats) pada jari telunjuk, lalu meletakkannya di
tanah kemudian mengusapkannya pada tempat yang sakit ketika melakukan
ruqyah. Hal ini ditunjukkan oleh hadits ‘Aisyah radhiallahu ‘anha yang
diriwayatkan Al-Imam Muslim.
4. Mengusap dengan tangan kanan
pada tubuh setelah membaca ruqyah atau pada tempat yang sakit sebelum
membaca ruqyah. Hal ini ditunjukkan oleh hadits ‘Aisyah yang
diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim, dan hadits ‘Utsman bin Abil
‘Ash yang diriwayatkan oleh Al-Imam Muslim.
5. Menyediakan air dalam sebuah
bejana lalu membacakan ruqyah yang disyariatkan padanya, dan meniupkan
padanya sedikit air ludah. Kemudian dimandikan atau diminumkan kepada
orang yang sakit, atau diusapkan ke tempat yang sakit.
Ini berdasarkan hadits ‘Ali
radhiallahu ‘anhu yang diriwayatkan oleh Ath-Thabrani dan dishahihkan
oleh Asy-Syaikh Al-Albani dalam Ash-Shahihah (no. 548) dan hadits Tsabit
bin Qais bin Syammas radhiallahu ‘anhu yang dikeluarkan oleh Abu Dawud,
An-Nasa`i serta yang lainnya, dan dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani
dalam Ash-Shahihah (no. 1526). Hal ini juga dikuatkan oleh beberapa
atsar sebagaimana dalam Mushannaf Ibnu Abi Syaibah dan Mushannaf Abdur
Razaq.
Demikian pula sebelum ini kami
telah membawakan pengakuan Ibnul Qayyim bahwa ketika beliau sakit di
Makkah pernah berobat dengan meminum air Zamzam yang dibacakan atasnya
Al-Fatihah berulang kali. Selanjutnya beliau berkata: “Darinya aku
memperoleh manfaat dan kekuatan yang belum pernah aku ketahui semisalnya
pada berbagai obat. Bahkan bisa jadi perkaranya lebih besar daripada
itu, akan tetapi sesuai dengan kekuatan iman dan kebenaran keyakinan.
Wallahul Musta’an.” (Madarijus Saalikin, 1/69). Cara yang disebutkan
oleh Ibnul Qayyim ini juga merupakan pendapat Asy-Syaikh Abdul ‘Aziz bin
Bazz rahimahumallah. (Lihat Ahkaam Ar-Ruqa wa At-Tama`im hal. 65).
6. Menuliskan ayat-ayat
Al-Qur`an pada selembar daun, atau yang sejenisnya, atau pada sebuah
bejana lalu dihapus dengan air, kemudian air itu diminum atau dimandikan
kepada orang yang sakit.
Cara ini diperselisihkan
hukumnya di kalangan para ulama. Di antara yang membolehkannya adalah
Ibnu ‘Abbas, Mujahid, Abu Qilabah, Ahmad bin Hanbal, Al-Qadhi ‘Iyadh,
Ibnu Taimiyyah, dan Ibnul Qayyim. Sedangkan yang memakruhkannya adalah
Ibrahim An-Nakha’i, Ibnu Sirin, dan Ibnul ‘Arabi rahimahumullah.
Al-Lajnah Ad-Da`imah sebagai tim fatwa negara Saudi Arabia pernah
ditanya tentang hal ini. Mereka menjawab bahwa hal ini tidak datang dari
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, Al-Khulafa` Ar-Rasyidun, dan para
shahabat yang lainnya. Adapun yang diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas
tidaklah shahih. Selanjutnya mereka menyebutkan nama-nama ulama yang
membolehkan sebagaimana yang tadi telah kami singgung. Kemudian mereka
berkata: “Bagaimana pun juga bahwa amalan yang seperti ini tidaklah
dianggap syirik.” (Lihat Majmu’ Fatawa Al-Lajnah Ad-Da`imah soal no.
184).
Demikianlah beberapa penjelasan
tentang ruqyah syar’i yang bisa kami cantumkan dalam tulisan ini.
Sebenarnya masih banyak pembahasan tentang ruqyah syar’i yang tidak bisa
kami sertakan di sini karena keterbatasan tempat. Semoga yang kami
tuliskan diberkahi oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dan bermanfaat bagi
seluruh pembaca yang budiman. Akhirnya, kesempurnaan itu hanya milik
Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Washallallahu ‘ala nabiyyina Muhammadin, walhamdulillahi Rabbil ‘alamin.
Washallallahu ‘ala nabiyyina Muhammadin, walhamdulillahi Rabbil ‘alamin.